Sederhana itu Whatsapp

Kata siapa kebijaksanaan itu hanya bisa ditemukan di negeri antah-berantah-tak-terjamah-modernisasi.

Kata siapa di kehidupan metropolis yang sophisticated kebijaksanaan sulit dicari.

Ada istilah local wisdom. Namun tidak ada istilah metropolis wisdom atau modern wisdom. Setidaknya belum dipopulerkan. (Kecuali saya sudah cukup populer :p)

Sekitar tahun 2012-an, dunia per-smartphone-an diramaikan oleh hadirnya beragam aplikasi chatting. Sampai-sampai ada anekdot, “Orang Kanada punya BBM, orang USA punya Whatsapp, orang Jepang punya Line, orang Korea punya Kakao Talk, orang Tiongkok punya We Chat, dan orang Indonesia punya WAKTU untuk menggunakan itu semua.”

Begitu hebohnya persaingan aplikasi chatting itu. Sampai iklan di TV tayang tanpa henti. Yang ngiklanin dari artis lokal sampai artis K-Pop. Tidak hanya fitur chatnya, ada free call, PTT (Push To Talk), games, video call, stiker besar-besar memenuhi layar, stiker beranimasi, konektifitas dengan aplikasi lain, iming-iming boneka, dsj, dsb, dst. Dan kabar bagusnya, semua bisa dinikmati secara Gratis!

Selain BBM yang sudah hidup-segan-mati-tak-mau, ada Whatsapp yang menyendiri dari hingar bingar gegap gempita perlombaan aplikasi ngobrol.

Ini yang menarik. Sejauh pengalaman saya, layanan Whatsapp konsisten di pesan text, gambar, video, lokasi, contact. Yang semuanya juga itu ada di aplikasi lain. Parahnya, Whatsapp TIDAK gratis! Kamu harus merogoh kocek 0,9 USD per tahun untuk perpanjangan layanan.

Logikanya, Whatsapp akan tenggelam dengan mudah. Sudah layanannya standar, bayar pula. Nyatanya? Sampai sekarang, hanya Whatsapp yang dipakai secara konsisten dan masif. Menggantikan sms pernah menjadi killer application. Obrolan group beralih ke Whatsapp. Simple, lancar, to the point, tidak ada perang stiker.

Yang lainnya? Sudah sepi. Di HP saya pun sudah di-unistall semua dan hanya menyisakan Whatsapp. Yang terakhir lebih karena kapasitas HP yang minim. Maklum, HP jadul.

Posted from WordPress for Android

Leave a comment